[Pre-Event] Messing Up with the Preparation

Tiba-tiba saja Rena keluar dari kamar pas dengan wajah berseri-seri. Rikuto mengangkat sebelah alisnya, merasa aneh dengan perilaku gadis itu. Mungkin Rena senang karena ia dibelikan gaun oleh Rikuto. Tapi itu bukanlah suatu hal yang besar bukan? Rikuto lalu menggelengkan kepalanya dan tak ambil pusing.

"Okay, let's go" balasnya datar, sambil mengikuti Rena.

Akhirnya sampai juga Rikuto di depan salah satu kedai kopi yang paling enak di wilayah itu. Rikuto hanya cengar-cengir saja melihat nama kedai kopi tersebut. "Ayo kita minum kopi disini aja!" serunya sambil melangkah masuk ke dalam kedai.

Nama kedai itu--tak lain dan tak bukan--adalah 'Siegfierd's coffee shop'! Ternyata paman Yuto sudah membuka cabang sampai disini! Sugee! ucap Rikuto dalam pikirannya.

Tiba-tiba saja Rena keluar dari kamar pas dengan wajah berseri-seri. Rikuto mengangkat sebelah alisnya, merasa aneh dengan perilaku gadis itu. Mungkin Rena senang karena ia dibelikan gaun oleh Rikuto. Tapi itu bukanlah suatu hal yang besar bukan? Rikuto lalu menggelengkan kepalanya dan tak ambil pusing.

"Okay, let's go" balasnya datar, sambil mengikuti Rena.

Akhirnya sampai juga Rikuto di depan salah satu kedai kopi yang paling enak di wilayah itu. Rikuto hanya cengar-cengir saja melihat nama kedai kopi tersebut. "Ayo kita minum kopi disini aja!" serunya sambil melangkah masuk ke dalam kedai.

Nama kedai itu--tak lain dan tak bukan--adalah 'Siegfierd's coffee shop'! Ternyata paman Yuto sudah membuka cabang sampai disini! Sugee! ucap Rikuto dalam pikirannya.

"hmm sepertinya di jepang pun ada kedai kopi ini" ujar rena sambil melihat sekeliling,ia pun memilih kursi yg dekat dengan jendela "kita duduk di situ agar aku bisa melihat pemandangan" lanjut rena sambil menarik tangan rikuto ke tempat dekat jendela.

Rikuto tersenyum tipis dan mengikuti Rena menuju kursi di dekat jendela. "No problem, di sudut manapun kita duduk, aku sangat suka sekali kedai kopi ini!" serunya sambil menarik kursi untuk Rena duduk dan untuk dirinya duduk.

"Black coffee satu!" sahutnya pada pelayan yang datang menghampiri mereka. "Kau mau pesan apa?"

"kopi dengan cream" ujar rena pada rikuto."apa kau selalu datang ke kedai kopi ini?" tanya rena,ia lalu melihat se luar dari jendela "melihat pemandangan dari balik jendela memang indah apa lagi jika hujan" sambil tersenyum ke arah rikuto.

Rikuto yang juga sedang menatap jendela dengan menyandarkan dagunya pada tangannya pun menoleh pada Rena yang bertanya padanya. Ia terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan jawaban yang paling tepat.

"Hmm... Aku nggak pernah ke kedai di cabang Vienna, tetapi aku sering sekali berkunjung ke kedai yang sama di wilayah Roppongi, Tokyo. Kedai itu sudah bagaikan rumah ketiga bagiku setelah rumahku sendiri dan rumah Scarlett" jawabnya tenang, sebelum akhirnya ia sadar akan sesuatu.

"Eh? Kenapa aku cerita ini ke kamu ya? Ckckck" keluhnya sambil menolehkan kedua mata hitamnya sekali lagi ke arah jendela.

"hahahaha" rena tertawa melihat wajah pada saat mengeluh "apa rikuto san bisa berdansa?" tanya rena pada rikuto.rena melihat kembali ke jendela rena melihat orang-orang yang berlalulalang melewati kedai.

Rikuto sekali lagi menoleh pada Rena ketika gadis itu bertanya, kini tentang berdansa. Kenapa anak gadis sering sekali bergonta-ganti topik dengan cepat seperti ini?

"Berdansa? Itu sih hal gampang!" jawabnya singkat, sambil kembali melihat ke arah jendela untuk memerhatikan orang-orang yang sedang berjalan.

"wah hebat,aku sajah tidak bisa bisa berdansa" ujar rena,ia melihat ke arah rikuto yang sedang melihat ke lua "bila street dance aku masih bisa kalo dansa formal aku tidak begitu bisa,karena aku selalu menginjak kaki pasangan ku " sambil melihat pelanyan yang membawakan pesanan mereka "terimakasih" ujar rena pada pelayan itu.

Rikuto menatap Rena lagi dengan datar. Dagunya masih bersandar pada telapak tangan kanannya. "Yah... aku bisa membayangkan kok, tentang kamu yang pasti menginjak-injak kaki pasanganmu ketika berdansa" responnya datar.

Kemudian pelayan datang membawakan pesanannya, black coffee. Dengan segera ia mengambil cangkir kopi itu. Meniup permukaannya dan meminumnya perlahan. "Dimana pun kedainya, kopi keluarga Siegfierd memang selalu enak!" ucapnya antusias sebelum meminum kembali kopi tersebut.

"Hey, aku bosan. Lakukan sesuatu yang menarik dong!" pintanya datar.

rena meniup kopi cream nya lalu meminumnya sedikit lalu rikuto memintanya melakukan hal menarik "hal yg menarik?" rena agak bingun dengan permintaanya. "yang bisa aku lakukan hanya bermain gitar saja hanya itu hal menarik yang bisa aku lakukan" jawabnya dan tersenyum ke arah rikuto.

Rikuto yang masih menatap Rena akhirnya memutuskan untuk berkata, "Gitar ya? Hmm, karena aku sama sekali buta soal musik, kayaknya menarik juga" jawabnya singkat dan datar. Ia sendiri memang sedari tadi merasa bosan, karena itu jawabannya pun agak bosan untuk didengar.

"Okay then, aku ingin liat kau main gitar. Kau bawa gitarnya?" tanyanya masih terlihat raut kebosanan di wajahnya yang tampan itu.

"maaf aku tidak membawanya" rena memggeruk garuk kepalanya.di saat itu ia kembali melihat ke jendela kembali "biasanya aku tidak pernah meninggalkan gitar" rena melihat ke arah luar." tapi jika kau memang ingin mendengarkanya akan ku bawa dulu gitarnya karena aku hanya bisa memainkan gitar itu " rena sweat drop.

Rikuto menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak mengerti seorang musisi. Apa maksud Rena yang berkata bahwa ia tidak bisa memainkan gitar selain punyanya? Bukankah semua gitar itu sama saja?

"Hhuh? I don't get it.. Bukannya semua gitar itu sama aja ya?" tanyanya bingung. Rikuto benar-benar awam tentang musik dan sama sekali tak pernah berniat untuk menjadi musisi.

rena sedikit memutar otak untuk memnjelaskannya pada rikuto,"hmm soalnya gitar itu adalah temanku,aku tak biasa memngunakan gitar lain selain giithaa" kata rena sambil melihat ke arah rikuto.

Rikuto makin tidak bisa mengerti apa yang dimaksud Rena. Menjadikan sebuah barang sebagai teman? Apa maksudnya? "Hhah? Masih nggak ngerti... Jadi nama gitarmu itu giithaa ya?" tanyanya semakin bingung.

Bahkan gitar pun punya nama! "Nama yang aneh..." ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

"karena bagi musisi alat musik adalah teman sekaligus nyawa ke dua musisi" rena mengetuk ngetuk ujung jari telunjuk ke dagunya."apa aneh jika gitar di berinama walau aku juga menguasai semua alat musik tapi aku lebih suka dengan gitar desu" kebiasaan desu kembali keluar.

Rikuto kembali meminum black coffee miliknya. Masih merasa heran dengan apa yang dimaksudkan oleh Rena. Ia benar-benar tak mengerti dengan musik. Bahkan ia sama sekali tak mengerti caranya bermain piano atau gitar.

"Okay, intinya sih, kau suka gitar kan?" ucapnya yang menyatakan kesimpulan dari apa yang ia tangkap. "Kalau aku sih lebih suka biola!" lanjutnya lagi. Benar, Rikuto sangat menyukai biola. Ia pertama kali menyukai biola ketika melihat Scarlett bermain biola di umur mereka yang ke-12.

Rikuto kemudian kembali menaruh cangkir kopinya di meja. Terlihat sekali bahwa cangkir tersebut kini kosong tak bersisa. Hanya serpihan-serpihan bubuk kopi saja yang masih menghiasi bagian bawah cangkir. Setelah itu ia beranjak dari tempat duduknya dan meraih tangan Rena.

"Ayo kita pergi, aku ingin melihat kau yang bermain gitar" ucapnya datar dengan ekspresi yang datar juga.

"ah baiklah tapi aku bayar dulu y kau tunggu saja di luar" ujar rena sambil berdiri dan menuju kasir."huh laki laki yang memiliki tampang lumanyan,baik hati tapi sedikit juga menarik "ujar rena dalam hati sambil membayar.

"Okay," jawab Rikuto singkat.

Ia kemudian melakukan seperti apa yang dikatakan Rena. Ia pergi keluar kedai dan menunggu Rena, menyandarkan punggung pada sebuah tiang lampu jalanan yang entah kenapa mirip lampu-lampu jalanan yang di Inggris pada zaman Victoria.

"Kalau bisa cepetan ya! Aku nggak menunggu!" serunya dari luar pada Rena.

"ah biklah" ujar rena tersenyum ke arah rikuto.setelah membayar rena keluar dan mendekati rikuto "ayo kita berangkat sekarang" ujar rena kembali tersenyum ke arah rikuto,rena berjalan bersama rikuto sepanjang jalan.

Rikuto kemudian melanjutkan berjalan bersama Rena. Ia menaruh kedua tangannya pada saku celananya selama berjalan. Sempat ada keheningan di antara mereka berdua dan suasananya sempat menjadi canggung.

Akan tetapi Rikuto benci dengan kecanggungan ini, "Oi, sebenarnya kita mau kemana?" tanyanya.

"hmm katanya kau ingin melihat ku bermain gitar,jadi sekarang kita pergi toko musik pamanku yang berada di sekitar sini karena gitar ku sedang di perbaiki di sana" ujar rena panjang lebar,rena kembali tersenyum ke arah rikuto "ah ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada mu boleh tidak?" ujar rena.

Rikuto hanya mengangguk, "Oh, Okay then" jawabnya sambil menatap ke arah Rena yang entah kenapa sejak tadi selalu saja tersenyum. Apa tadi dia salah minum kopi?

"Kau mau nanya apa?" tanyanya balik.

"hmm apa kau sangat menyukai scarlet? Jika iya mengapa kau tidak merebutnya dari laki-laki itu ?"ujar rena dengan muka penasaran" dan juga dari tadi aku melihat mu hanya melamun saja seperti sedang melamunkan sesuatu,tapi jika kamu tak mau menjawab it's okey for me. " lanjut rena