[Pre-Event] Die Nacht vor

Quote :

"Menurutku sudah bagus, tapi sebagus apapun kalau tidak nyaman sama dengan bohong."

Will mengangkat alis. "Sejujurnya, semua jas yang kupakai rasanya sama saja... Tetapi yang ini sudah kau bilang bagus, mungkin itu akan memberikas sedikit perbedaan..." Ujarnya sambil tersenyum.

Ia memandang kurang senang saat Indira membayar belanjaannya. Apa maksudnya gadis itu tidak membiarkan ia membayarkan belanjaannya?

Will hanya mengakat bahu. Gadis yang mandiri.

Quote :

"sekarang kita mau kemana?"

"Mmm..." Will menggelengkan kepala. "Aku tidak memiliki ide..."

Quote :

"want to have a cup of hot drink? Tapi aku tidak tahu tempatnya."

Will tertawa kecil. "Begitu pula aku..." Ia menatap jalanan di depannya. "Bagaimana jika kita berjalan-jalan dulu sebentar? Siapa tahu di jalan ada Cafe yang bagus?" Tawarnya.

"oke." indira setuju saja.

"by the way. Will bisa dansa? Umm... Aku sih agak lupa..." indira akhirnya sampai pada topik utama.

Quote :

"oke."

Mereka lalu mulai menyusuri jalan yang dipenuhi orang-orang yang juga, tampaknya, berjalan-jalan. Beberapa diantaranya turis, seperti halnya Will dan Indira. Beberapa mungkin juga penduduk asli.

Quote :

"by the way. Will bisa dansa? Umm... Aku sih agak lupa..."

Will menoleh ke arah Indira. "Tentu." Sahutnya. "Dan jangan khawatir bila kau lupa... Berdansa itu bukan sesuatu yang teramat rumit..." Will menyemangati.

Yah, bukan sesuatu yang mudah juga jika dipikir-pikir...

Dansa merupakan sesuatu yang diwajibkan Elizabeth dikuasai keempat anaknya. Selain bermain alat musik juga hidup mandiri.

Will mengingat ketika ia dan saudara-saudaranya baru belajar dansa. Renata melakukannya dengan senang hati, Jacob mengeluh, dan Colin hanya nyengir sambil menyuruh kami bersyukur Mom tidak mewajibkan Ballet.

"Kalau begitu... nanti kita latihan ya... tapi... tempatnya dimana?" Indira mengusulkan tapi juga bertanya.

"Eh, Will! di sana ada Cafe! ayo kita ke sana!" Indira dengan cepat menuju cafe itu. dia buth segelas minuman panas, di sini dingin sekali!

Quote :

"Kalau begitu... nanti kita latihan ya... tapi... tempatnya dimana?"

"Hmm..." Will berpikir sejenak. "Di mana ya..." Ia terdiam.

"Beranda kamar hotelku cukup luas untuk berlatih... Mungkin? Atau ada saran lain?" Will membalikkan pertanyaannya.

Quote :

"Eh, Will! di sana ada Cafe! ayo kita ke sana!"

Lalu Indira berlari ke Cafe itu. Terlihat sekali ia tidak terbiasa dengan udara dingin. Will tersenyum. Setahunya Indonesia, negara asal Indira, memang negara tropis.

"Baiklah..." Will berjalan pelan-pelan di belakang Indira.

"Nah, mau pesan apa, Princess?" Tanyanya sambil duduk di kursi di depan Indira.

"aku hot vanilla latte dan satu asparagus cream soup." indira memesan makanan.

"turki tidak sedingin ini... Apalagi indonesia. Aku jadi ingin pulang kampung." indira bergumam sendiri. Rambut dark chocolate (hampir hitam) terlihat lepek.

"soal latihan tadi. Akt tidak keberatan kalau di beranda hotel. Tapi, hotel kita agak berjauhan. Apa aku pindah hotel saja?" indira berkomentar.

"aku hot vanilla latte dan satu asparagus cream soup." indira memesan makanan.

"turki tidak sedingin ini... Apalagi indonesia. Aku jadi ingin pulang kampung." indira bergumam sendiri. Rambut dark chocolate (hampir hitam) terlihat lepek.

"soal latihan tadi. Akt tidak keberatan kalau di beranda hotel. Tapi, hotel kita agak berjauhan. Apa aku pindah hotel saja?" indira berkomentar.

"Cappuccino." Will menyebutkan pesanannya.

Quote :

"turki tidak sedingin ini... Apalagi indonesia. Aku jadi ingin pulang kampung."

Will tersenyum simpul mendengar perkataan Indira. Ia sendiri tidak terlalu memikirkan kampung halamannya. Toh Inggris dan Perancis tidak jauh beda... Negara-negara di Eropa memang tidak memiliki perpedaan yang terlalu besar kan?

Quote :

"soal latihan tadi. Akt tidak keberatan kalau di beranda hotel. Tapi, hotel kita agak berjauhan. Apa aku pindah hotel saja?"

Will mengerutkan dahi. "Sepertinya tidak perlu sampai pindah... Toh ini bukan untuk waktu yang lama kan? Aku bisa mengantarmu sampai ke hotel..." Will terdiam sebentar. "Tapi jika kau merasa keberatan, masih ada cukup tempat di kamarku... Bagaimana?" Will menawarkan, setengah bercanda.

"A-ah... Kalau memang hanya sebentar tak apa. Toh pesta dansanya besok malam kan?" indira malah memainkan sendok vanilla latte-nya. Dia jadi salah tingkah.

"will keberatan?" indira menanyakan keputusannya pada will.

"A-ah... Kalau memang hanya sebentar tak apa. Toh pesta dansanya besok malam kan?" indira malah memainkan sendok vanilla latte-nya. Dia jadi salah tingkah.

"will keberatan?" indira menanyakan keputusannya pada will.

Quote :

"A-ah... Kalau memang hanya sebentar tak apa. Toh pesta dansanya besok malam kan?"

Will mengangkat sebelah alisnya. Keget juga, tawaran main-mainnya dianggap serius. Tapi harus diakui, ia memang sedikit berharap.

"Yup, besok malam~ Jadi hari ini bisa dibilang 'The Night Before'..." Will terkekeh. "Seperti judul animasi 'The Night Before Christmas'.."

"Die Nacht Vor..." Will menggumamkan frasa itu dalam bahasa Jerman.

Quote :

"will keberatan?"

Will tersenyum. "Apa ada alasan untuk keberatan?" Ia malah membalikkan pertanyaan Indira dengan pertanyaan lain.

"sepertinya tidak..." indira menjawab pertanyaan will.

"aksenmu tadi agak aneh, will. Seharusnya dibaca jelas." indira cekikikan sendiri mendengar will bicara bahasa jerman.

"nanti ke hotel tempatku menginap untuk mengambil beberapa barang dan langsung ke tempatmu. Bagaimana?" indira mulai menyusun rencana,

"ah! Gelang itu manis sekali!" indira melihat etalase toko perhiasan yang ada di sebrang. Batu safir menghiasi gelang berwarna keperakan itu. "aku jadi ingin mempunyai gelang itu."

"sepertinya tidak..." indira menjawab pertanyaan will.

"aksenmu tadi agak aneh, will. Seharusnya dibaca jelas." indira cekikikan sendiri mendengar will bicara bahasa jerman.

"nanti ke hotel tempatku menginap untuk mengambil beberapa barang dan langsung ke tempatmu. Bagaimana?" indira mulai menyusun rencana,

"ah! Gelang itu manis sekali!" indira melihat etalase toko perhiasan yang ada di sebrang. Batu safir menghiasi gelang berwarna keperakan itu. "aku jadi ingin mempunyai gelang itu."

Quote :

"sepertinya tidak..."

"Kalau begitu beres." Will menyahut ringan.

Quote :

"aksenmu tadi agak aneh, will. Seharusnya dibaca jelas."

Will terkekeh. "Jujur saja, aksen ku memang aneh.." Tawanya.

Quote :

"nanti ke hotel tempatku menginap untuk mengambil beberapa barang dan langsung ke tempatmu. Bagaimana?"

"Sure, sure..." Will melirik ke arah jam tangannya. "Sekarang, kita bersantai saja dulu... Toh masih ada banyak waktu..."

Quote :

"ah! Gelang itu manis sekali! Aku jadi ingin mempunyai gelang itu."

"Dan aku yakin gelang seindah itu ingin dimiliki oleh gadis secantik dirimu, Princess..." Goda Will. "Mau masuk dan melihat apa itu cocok untukmu?" Ujarnya sambil menggandeng tangan Indira, menuntunnya memasuki toko perhiasan itu.

"sure, why not?" indira menerima ajakan will. Dia kaget ketika digandeng tangannya, tapi badannya tidak merespon otaknya yg meminta untuk melepaskan.

dan mereka pun masuk. Lalu indira mencoba gelang itu. Memang sangat cocok. Tapi tidak dengan harganya. Itu terbuat dari platina. Indira sedang berhemat untuk berlibur ke indonesia dan dia akan tinggal di wina 5 hari lagi.
"..." indira terlihat murung dan berpikir keras, lalu menghela nafas.

Nah, seperti yang diduga dari awal, itu memang cocok.

Will memerhatikan ekspresi Indira. Wajahnya yang berseri-seri tadi berubah murung. Will lalu melirik label harga di kotak gelang itu, lalu tersenyum.

"Pantas sekali... Pasti serasi untuk gaunmu.." Ujar Will enteng. "Nah, bisa bungkuskan itu, Nona?" Ia berkata pada penjaga toko. "Atau kau mau langsung menggenakannya?" Ia bertanya pada Indira.

Indira terkejut dengan permintaan Will. Pelayan langsung membungkusnya. Tapi, Indira menolaknya.
"Biar... aku pakai saja." Indira merasa kikuk dan wajahnya bersemu merah.

"Pdahal Will tidak perlu membelikanku." Indira menunduk malu. "Tapi... terima kasih." Lalu Indira tersenyum pada Will. senyum terbaik yang bisa ditunjukkannya.

"Sekarang mau kemana? Masih mau jalan-jalan?"

"Thanks..." Will tersenyum kepada pelayan toko.

Quote :

"Pdahal Will tidak perlu membelikanku. Tapi... terima kasih."

Will membalas senyuman Indira. "Harga yang tidak seberapa dibandingkan senyummu." Rayunya sambil mencubit halus pipi Indira.

Quote :

"Sekarang mau kemana? Masih mau jalan-jalan?"

"Hamba hanya mengikuti titah Tuan Putri saja~" Sahut Will setengah berdendang. "Toh waktu kita masih banyak..."

"Kalau begitu aku ingin pulang ke hotel dan mengambil beberapa barangku. Cukup jauh dari sini, kita harus naik taksi dulu..." Indira memang agak bosan jalan-jalan karena tidak ada yang menarik lagi baginya, lebih menarik lagi belajar dansa baginya.

"Bagaimana?" Indira memastikan Will.

OOT: ayo kita adu rayuan... wkwkwkwkwkwk... pengen ketawa sendiri liat WIll begitu

OOte : Ada baiknya skill rayu merayu dimanfaatkan disini =P
-plak

---

Quote :

"Kalau begitu aku ingin pulang ke hotel dan mengambil beberapa barangku. Cukup jauh dari sini, kita harus naik taksi dulu... Bagaimana?"

"Apa yang tidak untukmu?"

Hari ini, entah kenapa rasanya ia terus-terusan merayu Indira. Ia menyukai rona yang muncul di pipi Indira setiap kali ia berhasil menggodanya.

Andai saja Anna bisa seperti ini...

"Tapi, daripada naik taksi, bagaimana jika naik mobilku saja?" Ujarnya.

"Oh, ya.... aku lupa kalau kau pakai mobil..." Indira merasa bodoh sekali.

"Ngomong-ngomong aku tidak tahu berapa umurmu sekarang Will... kau terlihat.... jauh lebih tua dariku dan lebih tua dari umurmu sendiri. Mungkin karena kau terlalu lelah... dan mungkin pola makanmu kurang benar..." Indira memulai topik pembicaraan yang baru.

Quote :

"Oh, ya.... aku lupa kalau kau pakai mobil..."

Will mengacak rambut Indira. "Tapi kita harus kembali dulu ke Alte Donau karena aku memarkir mobilku disana..." Ujarnya.

Quote :

"Ngomong-ngomong aku tidak tahu berapa umurmu sekarang Will... kau terlihat.... jauh lebih tua dariku dan lebih tua dari umurmu sendiri. Mungkin karena kau terlalu lelah... dan mungkin pola makanmu kurang benar..."

"Mmm... 24." Will termenung. Akhir-akhir ini ia memang tidak terlalu memerhatikan pola hidupnya.

"Tidak banyak waktu jika kau harus mengerjakan shift 48 jam terus menerus." Will terkekeh sambil mengangkat bahu. "Kau mengingatkanku pada Ibuku." Tambahnya.

Elizabeth memang sangat cerewet soal gaya hidup.

"24? lebih tua dariku 4 tahun... aku merasa tidak sopan hanya memanggilmu Will..." Indira kaget juga tahu kalau Will baru saja 24 tahun.

Quote :

"Tidak banyak waktu jika kau harus mengerjakan shift 48 jam terus menerus." Will terkekeh sambil mengangkat bahu. "Kau mengingatkanku pada Ibuku." Tambahnya.

"48 jam?!" Indira kaget medengarnya, "Aku saja hanya bekerja paling lama 26 jam tanpa berhenti! Setidaknya bawalah cemilan yang sehat dan memberimu tenaga. Kue, keripik, atau apa saja!" Indira merasa ngeri kalau ternyata Will adalah orang yang gila kerja karena tuntutan pekerjaan.

dan mereka sampai di Alte Donau ...

Quote :

"24? lebih tua dariku 4 tahun... aku merasa tidak sopan hanya memanggilmu Will..."

Will terkekeh. "Santai saja..." Ujarnya sambil nyengir.

Ia memang pernah mendengar, Tata Krama di Timur menganggap memanggil seseorang yang lebih tua dengan nama depannya saja itu tidak sopan. Tapi di Barat, itu sesuatu yang biasa. Ia saja memanggil ayahnya 'Edward'

Quote :

"48 jam?! Aku saja hanya bekerja paling lama 26 jam tanpa berhenti! Setidaknya bawalah cemilan yang sehat dan memberimu tenaga. Kue, keripik, atau apa saja!"

Tawa Will meledak. "Tentu, tentu... Aku akan ingat itu..."

Bayangkan. Cemilan?

Ia memiliki waktu untuk duduk sejenak saja sudah merupakan keberuntungan yang besar, jika tidak ingin dibilang keajaiban.

Will masih tekekeh ketika membukakan pintu mobilnya untuk Indira. Sebuah Porsche Carrera Silver.

"Nah, dimana hotelmu, Princess?" Tanyanya setelah duduk di belakang kemudi.

"10 blok dari sini. Agak ke pinggir kota... tapi di sana hotel yang sangat nyaman dan homy. Aku suka..." Indira tersenyum saat mengatakannya.

Indira duduk dengan manis di kursi penumpang dan telah mengenakan seat belt-nya. Indira jadi ingin menanyakannya lagi.
"Kau tidak mengebut kan?" Indira memastikan kalau Will adalah pengendara yang baik dan normal. Tidak seperti Clark. Yang menurut rumor mantan street racer.