[Pre-Event] Die Nacht vor

Quote :

"10 blok dari sini. Agak ke pinggir kota... tapi di sana hotel yang sangat nyaman dan homy. Aku suka..."

"Oke~" Will memutar kunci mobilnya.

Quote :

"Kau tidak mengebut kan?"

Will menyeringai mendengar pertanyaan Indira.

Ngebut?

"Tergantung permintaan." Will tersenyum jahil ke arah Indira. "Bagaimana?"

"Oh... Will... jangan.... oke... be a nice driver... please?" Indira memohon sekarang. Sebenarnya yang dia takutkan adalah ketika sedang mengendara dengan sangat cepat mereka akan sulit berhenti. Bisa saja menabrak sesuatu kan? Lebih spesifik lagi, dia punya trauma dengan kebut-kebutan juga. Dulu ketika pamannya sedang mengendara, mereka hampir menabrak tiang listrik dalam kecepatan tinggi. Syukurlah mereka selamat.

Quote :

"Oh... Will... jangan.... oke... be a nice driver... please?"

Will nyengir melihat ekspresi Indira. "As you wish, Princess." Ujarnya sambil mengemudi pelan-pelan melewati jalanan Vienna.

Sebenarnya jika Indira meminta, ia bisa saja mengemudi dengan cepat.

Bukan hal yang aneh jika dokter memiliki kecepatan mengemudi yang sedikit menaikkan adrenalin. Terkadang panggilan tugas darurat mengharuskan mereka sampai di Rumah Sakit seketika itu juga. Kasus serangan jantung contohnya.

Pernah juga ia dan sekelompok resident lainnya membuat catatan rekor kecepatan mengemudi para Dokter bedah. Rekok tertinggi dipegang Dokter Wilson dari bagian Bedah Jantung. 4 menit 27 detik. Padahal jarak rumahnya cukup jauh dari Rumah Sakit. Entah bagaimana cara ia mengemudi.

"Nah...." Will berusaha mencari obrolan. "Bisa ceritakan padaku, kenapa kau begitu takut pada Anjing? Mereka kan hewan yang menyenangkan..." Akhirnya Will menanyakan pertanyaan yang tadi sempat terlintas di benaknya.

"Sama sekali tidak menyenangkan.... dibalik kelucuan mereka... mereka itu menyeramkan!" Indira merinding sendiri.

"Sebenarny, ketika aku kecil... aku hampir saja diterkam oleh anjing jenis dobberman yang tingginya hampir sama denganku." Indira merasa ngeri sendiri. "Untungnya pemiliknya datang. Wkatu itu aku sudah sangat terpojok..."

"Sejak saat itu aku jadi sangat takut dengan anjing... sudah kuceoba hilangkan, tapi phobia ini tak bisa hilang... jadi jangan paksa aku..."

"Will... itu hotelnya!" Indira menunjuk hotel itu dan bersiap untuk turun dari mobil. "Mau menunggu di mobil atau ikut masuk?"

Quote :

"Sama sekali tidak menyenangkan.... dibalik kelucuan mereka... mereka itu menyeramkan! Sebenarny, ketika aku kecil... aku hampir saja diterkam oleh anjing jenis dobberman yang tingginya hampir sama denganku. Untungnya pemiliknya datang. Wkatu itu aku sudah sangat terpojok..."

"Sejak saat itu aku jadi sangat takut dengan anjing... sudah kuceoba hilangkan, tapi phobia ini tak bisa hilang... jadi jangan paksa aku..."

Will mengangguk kecil mendengar penuturan Indira. "Tidak baik takut pada apa yang terjadi di masa lalu..." Ujarnya menasihati sambil tersenyum simpul.

"Masa lalu diingat bukan untuk ditakuti, tapi dipelajari..." Tambahnya lagi.

Hal yang sama berlaku untuknya juga.

Quote :

"Will... itu hotelnya! Mau menunggu di mobil atau ikut masuk?"

"Butuh bantuan membawa barang-barangmu atau tidak?" Will balik bertanya.

"Kalau untuk membawa barangku sih tidak usah. Toh aku hanya membawa baju ganti, gaun dan peralatan pribadi lainnya." Indira tersenyum menjawab tawaran Will. "Terima kasih mau membantu. Tunggu saja di sini."

Dengan cepat Indira pergi ke kamarnya lalu membereskan barang-barang sperlunya. Setelah itu dia memastikan beberapa hal lagi dan turun ke bawah lagi, menuju tempat parkir.

"Sudah! ayo kita pergi! Aku ingin cepat-cepat berlatih!!" Indira tidak sabar lagi ingin mencoba berdansa, dengan pasangan tentunya, bukan cuma dengan ayah dan kakeknya sewaktu dia kecil.

Quote :

"Kalau untuk membawa barangku sih tidak usah. Toh aku hanya membawa baju ganti, gaun dan peralatan pribadi lainnya. Terima kasih mau membantu. Tunggu saja di sini."

Will mengangguk. "Baiklah..."

Tak berapa lama kemudian, Indira kembali.

Quote :

"Sudah! ayo kita pergi! Aku ingin cepat-cepat berlatih!!"

Will tertawa pelan. "Baiklah, tapi ijinkan aku mampir sebentar ya?" Will lalu menjalnkan mobilnya perlahan.

Beberapa blok kemudia, ia berhenti di depan sebuah toko barang antik. "Tidak keberatan menunggu sebentar? Aku tidak akan lama." Ujarnya sambil berlalu.

Tidak berapa lama kemudian Will kembali. "Nah, sekarang kita pergi~" Ujarnya, sekarang mengendarai mobilnya sedikit lebih cepat.

Mereka tiba di depan hotel tempat Will menginap.

Radisson BLU Palais Hotel.

"Nah, ini kamarku..." Ujar Wil sambil membuka pintu. Ruang tamu yang nyaman dan bernuansa kayu hangat menyambut mereka.

"Nyaman ya..."
"Tadi kamu beli apa di sana, Will?" Indira merasa penasaran dengan barang yang dibeli oleh Will.

Indira berkeliling sebentar di kamar Will dan menemukan sebuah buku yang tak asing baginya.
"Ini kan..." Indira memastikan buku itu ke Will

Quote :

"Nyaman ya..."

Will menyeringai. "Karena itulah aku memilih hotel ini."

Quote :

"Tadi kamu beli apa di sana, Will?"

"Hmmm..." Will mengulur jawabannya sementara ia menggatungkan jaketnya. "Apa ya...? Entahlah. Tadi aku hanya mengunjungi teman lama."

Ia tidak sepenuhnya berbohong kan? Pemilik toko tadi kan Uncle Sid.

Will baru akan beranjak ke pantry ketika Indira menyodorkan sebuah buku padanya.

Quote :

"Ini kan..."

Will mengangkat sebelah alisnya ketika melihat buku yang disodorkan Indira. "Buku yang bagus, kau harus coba membacanya..." Ujarnya, berlagak tidak tahu sambil menahan cengiran.

"Maaf, tapi ini buku karanganku yang diterbitkan 3 tahun yang lalu." Indira merasa dirinya digoda lagi oleh Will. "Tidak mungkin kamu tidak tahu, Will..."

"Tidak kusangka kamu akan membacanya. Buku ini aku terbitkan dalambahasa Indonesia, lalu saat di Turki, buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris." Indira menjelaskan sambil membaca-baca lagi buku itu. Rasanya kangen sekali dengan buku itu.

Quote :

"Maaf, tapi ini buku karanganku yang diterbitkan 3 tahun yang lalu. Tidak mungkin kamu tidak tahu, Will..."

Will menelengkan sedikit kepalanya untuk membaca nama pengarang yang tertera di sampul buku itu.

"Waah... Pantas rasanya aku mengenal nama ini... Ternyata..." Will masih menggoda Indira.

Jujur saja, ia sebenarnya baru mengetahuinya akhir-akhir ini, ketika sedang iseng membongkar lemari bukunya untuk mencari buku teks kedokterannya. Buku Ini didapatnya dari Renata musim semi dua tahun yang lalu.

Buku yang menarik. Takdir memang tidak bisa di duga. Tak dikiranya sekarang ia dapat bertemu langsung dengan pengarangnya, bahkan menjadi pasangannya di pesta dansa nanti.

Quote :

"Tidak kusangka kamu akan membacanya. Buku ini aku terbitkan dalam bahasa Indonesia, lalu saat di Turki, buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris."

"Itu salah satu buku favorit kakakku," ujarnya santai. "Dan sekarang jadi favoritku juga." Tambah Will, disertai senyumannya yang biasa.

"Terima kasih mau membaca buku ini? Kau menyukainya? Itu kutulis saat aku SMA." Indira juga balas tersenyum.

"Will... dari tadi kau menggoda ku terus ya? jangan karena aku lebih muda ya!"

"Shall we start the pracice?" Indira berusaha fokus pada tujuannya sekaligus menyembunyikan wajah merahnya.

Quote :

"Terima kasih mau membaca buku ini. Kau menyukainya? Itu kutulis saat aku SMA."

"Wah.. Bakat memang tidak akan kemana..." Will tertawa pelan.

Quote :

"Will... dari tadi kau menggoda ku terus ya? jangan karena aku lebih muda ya!"

Will sedikit tersentak mendengar nada yang digunakan Indira padanya.

'Kenapa sih, kau menggodaku terus Will? Mentang-mentang aku tidak bisa membalas! Awas kau nanti...'

Will memejamkan matanya sesaat, lalu ia mengadah lagi, menyeringai jahil. Seringaian yang tidak mencapai matanya yang masih sedikit diliputi kesedihan.

"Tentu tidak, Princess..."

Quote :

"Shall we start the pracice?"

"Of course..." Ujar Will sambil mengulurkan tangannya pada Indira.

Jangan sampai kenangan itu mengganggunya sekarang...

Masa lalu diingat bukan untuk diratapi, tapi dikenang dan dipelajari.

Indira menerima uluran tangan will
"Er... mohon bimbingannya ya! Tuntun aku... aku terakhir derdansa sekitar 8 tahun yang lalu..." Indira bingung harus mulai dari mana...

Quote :

"Er... mohon bimbingannya ya! Tuntun aku... aku terakhir derdansa sekitar 8 tahun yang lalu..."

"Hmmmm...." Will sedikit mengerucutkan mulutnya. Ia lalu mengambil kedua tangan Indira. Yang satu dillingkarkannya di lehernya, dan yang satunya lagi digenggamnya. Ia sendiri melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang Indira.

"Nah, kita tidak akan menggunakan musik dulu, yang penting hitungannya.." Will mengintruksikan.

"Satu, dua..." Will membimbing Indira melangkah pelan ke kanan dan ke kiri.

Indira sempat kaget dan refleks ingin menghindar dari rangkulan Will. Tapi, apa yang dapat dilakukannya? Mereka sedang berdansa, bukan pacaran!

Indira mengikuti langkah Will sesuai hitungan. Tidak terlalu sulit baginya karena dia memang sudah punya dasar, hanya saja dulu tidak seperti ini. Dansa keluarga. Indira terus ikut melangkah dan akhirnya dia terfokus pada dansa mereka.

Saking fokusnya, Indira tanpa sengaja menginjak kaki Will, untung dia melepas sepatunya dan menganakan sandal hotel.
"Uwaa... maaf Will." Konsentrasi Indira Buyar dan menginjak lagi kaki Will.

Will melangkah pelan sambil menghitung di dalam hati, sesuai dengan irama ketukan yang digumamkannya.

Tidak buruk juga, pikirnya. Biasanya ia berdansa dengan Renata atau Elizabeth. Dan beberapa kolega dokternya di pesta.

Ia menaikkan sedikit tempo ketukannya, lalu Indira menginjak kakinya. Tidak sakit, jadi Will hanya tersenyum simpul.

Quote :

"Uwaa... maaf Will."

Indira menginjak kakinya lagi.

"Tak apa..." kekeh Will. "Rileks, Princess. Tubuhmu rasanya kaku sekali..."

"Kau gugup ya?"

"soalnya... aku... kehilangan konsentrasi tadi... aku baru pertama kali melakukan dansa begini dengan orang lain selain keluargaku. Dan ini juga... baru sekarang aku ada sedekat ini dengan seorang laki-laki." Indira mengakui rasa gugupnya itu. Ini memang kenyataan.

"Mungkin ada baiknya jika kau mengajakku berbicara dengan santai dan ringan. Kalau terlalu fokus dan hening, aku bisa melakukan kesalahan." Indira memang begini. Hahahahaha.... wanita dari timur memang begini...

Quote :

"soalnya... aku... kehilangan konsentrasi tadi... aku baru pertama kali melakukan dansa begini dengan orang lain selain keluargaku. Dan ini juga... baru sekarang aku ada sedekat ini dengan seorang laki-laki."

Will tertawa pelan mendengar alasan Indira.

Benar-benar manis.

Quote :

"Mungkin ada baiknya jika kau mengajakku berbicara dengan santai dan ringan. Kalau terlalu fokus dan hening, aku bisa melakukan kesalahan."

"Oke kalau begitu..." Will diam sebentar. "Kau hobi menulis ya?" Tanya Will sambil mulai melangkah dan meneruskan latihan dansa mereka yang terhenti tadi.

"Ya... tapi bukan menulis diary. Hanya menulis berbagai macam ide yang muncul di otak ini. dan terkadang malah memunculkan ide untuk membuat design pakaian. Cerita tanpa karakter tidak sempurna dan karakter tanpa kostum tidak lengkap." Indira mulai rileks lagi.

Dia bisa melangkah dengan baik lagi sekarang. Suasana kembali nyaman.
"Will sendiri hobi apa?"

Quote :

"Ya... tapi bukan menulis diary. Hanya menulis berbagai macam ide yang muncul di otak ini. dan terkadang malah memunculkan ide untuk membuat design pakaian. Cerita tanpa karakter tidak sempurna dan karakter tanpa kostum tidak lengkap."

"Hooo..." Will mengangguk pelan.

Quote :

"Will sendiri hobi apa?"

Nah. Hobi? Rasanya ia tidak memiliki sesuatu seperti itu. Dulu mungkin iya, tapi sekarang ia terlalu sibuk untuk hal seperti itu.

Dulu setiap liburan, ia dan Jacob berkeliling Inggris untuk mencari Es Krim dengan rasa-rasa aneh. Bisakah itu dibilang hobi?

"Ehm... Berjalan-jalan mungkin..." Ujar Will tidak yakin. "Entah yang seperti itu bisa dianggap hobi atau bukan..." Tambahnya sambil memutar tubuh Indira sekali.

"Kalau itu hal yang kau sukai, kau gemari dan kau nikmati, tentu namanya hobi. makan saja bisa jadi hobi. Hehehe..." Indira tersenyum pada will.

Kini mereka sudah cukup lancar dalam melangkah.
"Bagaimana kalau kita pakai lagu waltz dari Tschakovsky?" Indira mengusulkan pada Will. Dia merasa agak hambar kalau tidak pakai musik.

Quote :

"Kalau itu hal yang kau sukai, kau gemari dan kau nikmati, tentu namanya hobi. makan saja bisa jadi hobi. Hehehe..."

"Bernafas, kalau begitu..." Will mencoba melucu.

Quote :

"Bagaimana kalau kita pakai lagu waltz dari Tschakovsky?"

"Baiklah kalau begitu..." Memang kini mereka sudah lumayan lancar.

Will beranjak ke Audio Set disudut dan mengambil salah satu CD. Ia memang telah menyiapkan beberapa lagu untuk berlatih.

Lagu mulai mengalun, Will berbalik ke arah Indira lalu membungkuk layaknya seorang Gentleman.

"Shall we?"

"Sure..." Indira menerima ajakan itu.

Mereka menari mengikuti alunan musik waltz yang mengalun lembut. Ini pertama kalinya Indira merasa nyaman dan asyik dengan lagu dan tarian ini. Faktor suasana atau orangnya?

"Kapan ya ada liburan panjang lagi?" Indira memulai kembali pembicaraan, "Aku ingin pulang ke Indonesia. Sudah 4 tahun aku tidak pulang ke sana."

"Mungkin Will juga harus mencoba ke Indonesia, selain ke Bali tentunya."

Quote :

"Kapan ya ada liburan panjang lagi? Aku ingin pulang ke Indonesia. Sudah 4 tahun aku tidak pulang ke sana."

Libur?

Will meringis. Entah kapan lagi liburan untuknya. Kemarin ia melepaskan shiftnya selama seminggu untuk memenuhi panggilan Madame d'Hautpoul di Rennes. Berkat Countess itu pula kini ia bisa mengambil cuti untuk pergi ke Vienna.

Ia yakin kemurah hatian kepala Rumah Sakitnya ini harus dibayar cepat atau lambat.

Sejak awal memang tampaknya Dr. De Roquefort, kepala Rumah Sakitnya, hendak menolak permohonan yang diajukan oleh Madame d'Hautpoul. Tapi menolak Countess dengan kedudukan seperti Madame d'Hautpoul bukan perkara yang mudah. Jadi Dr. De Roquefort tidak memiliki pilihan lain selain meluluskan permintaan Countess itu.

Rasanya seperti lolos dari lubang jarum saja.

"Yang paling dekat mungkin libur Tahun Baru... Tapi itu tidak terlalu panjang." Will kembali dari lamunannya dan menjawab pertanyaan Indira.

Quote :

"Mungkin Will juga harus mencoba ke Indonesia, selain ke Bali tentunya."

"Mungkin kapan-kapan..." Will menghela nafas.