[Pre-Event] Die Nacht vor

"Maaf membuatmu iri pak dokter..." Indira tersenyum, "Tapi, aku mungkin akan mengambil cuti dalam waktu dekat... tidak perduli libur atau tidak, aku kan wiraswatan. Hehehehe"

"Apa ada tarian yang lain? atau mungkin kita istirahat dulu..." Indira merasa agak jenuh harus melangkah terus...

Quote :

"Maaf membuatmu iri pak dokter... Tapi, aku mungkin akan mengambil cuti dalam waktu dekat... tidak perduli libur atau tidak, aku kan wiraswatan. Hehehehe"

"Itulah enaknya Wiraswasta~" Dendang Will.

Quote :

"Apa ada tarian yang lain? atau mungkin kita istirahat dulu..."

Will menyeringai. "Sebenarnya banyak, tapikita berlatih untuk Pesta Dansa besok kan?"

"Setahuku Pesta Besok itu Viennese Waltz ball... Atau bukan ya?" Will bingung sendiri.

"Mungkin nanti aku akan mengajakmu ke Indonesia. Kau harus pergi ke tempat tinggalku. Di daerah pegunungan." Indira tersenyum lagi.

"Kita istirahat..." Indira meminta istirahat dan masuk ke dalam ruangan. DI balkon dingin sekali. Indira langsung mencari-cari sesuatu yang hangat.

"Will, mau kubuatkan hot chocolate?" teriak Indira dari dapur.

Quote :

"Mungkin nanti aku akan mengajakmu ke Indonesia. Kau harus pergi ke tempat tinggalku. Di daerah pegunungan."

"Sure, sure~" Sahut Will sambil tersenyum.

Quote :

"Kita istirahat..."

Will merenggangkan badannya, berjalan kembali ke ruangan, lalu menghempaskan diri ke sofa. "Ada baiknya juga istirahat..."

Quote :

"Will, mau kubuatkan hot chocolate?"

"Ya, please..." Sahut Will.

Memang udara mulai dingin...

Indira kembali sambil membawa dua cangkir panas coklat leleh itu. Indira duduk di sebelah Will dan menyeruput minuman itu. Rasa hangat langsung menjalar ke tubuhnya.

"Di sini lebih dingin daripada di Lyon... atau perasaanku saja? Aku sudah pakai sweater tebal begini, masih saja terasa dingin... mungkin karena dekat swiss?" Indira memulai lagi pembicaraan.

Will menerima segelas cokelat panas dari Indira. "Thanks," ia lalu meminum seteguk.

"Hhh..."

Dari dulu cokelat selalu membuatnya tenang.

Quote :

"Di sini lebih dingin daripada di Lyon... atau perasaanku saja? Aku sudah pakai sweater tebal begini, masih saja terasa dingin... mungkin karena dekat swiss?"

Will meminum lagi minumnya sebelum menjawab. "Mungkin juga? Tapi tidak terlalu berbeda untukku..." sahut Will. "Rennes di musim dingin lebih parah dari ini..." Helanya pelan.

"Kau tidak terbiasa dengan dingin ya?"

"Tentu saja, aku lahir dan dibesarkan di negara tropis. Tempatku tinggal sangat sejuk. Lalu aku SMA di Turki. Yah... intinya di sini lebih dingin." Indira menjelaskan, "Aku punya alergi dingin juga, tapi tidak sering kambuh. bersin-bersin."

"Ngomong-ngomong kamu dari mana dan sudah kemana saja?"

Quote :

"Tentu saja, aku lahir dan dibesarkan di negara tropis. Tempatku tinggal sangat sejuk. Lalu aku SMA di Turki. Yah... intinya di sini lebih dingin. Aku punya alergi dingin juga, tapi tidak sering kambuh. bersin-bersin."

"Pantas saja..." Will terkekeh. Ia melirik ke gantungan jaket di sebelah sofa. Ada syal hitamnya disana. Diambilnya syal itu lalu dilingkarkannya ke leher Indira.

"Kuharap itu bisa sedikit membantu." Ujarnya sambil tersenyum.

Quote :

"Ngomong-ngomong kamu dari mana dan sudah kemana saja?"

"Emmm..." Will berpikir sebentar.

"Aku menghabiskan hampir seluruh hidupku di Inggris. Aku lahir dan dibesarkan di Leicester. Aku juga menyelesaikan sekolahku disana. Lalu aku pindah ke London untuk melanjutkan kuliahku di UCL Medical School..." Will mengangkat bahu.

"Setelah lulus, aku mengambil Program Residensi di Embarcadero County Hospital di San Fransisco. Sesekali juga aku pergi ke luar negeri untuk pelatihan. Tapi yah, itu hanya sekedar perjalanan singkat..." Will mengakhiri ceritanya.

"Bagaimana dengan kau Princess? Selain Studi-mu di Turki, tentunya..."

"Ng? Hanya Turki dan Lyon. AKu masih agak harus beradaptasi di sana." kata Indira.

"Tapi, aku juga suka tinggal di Eropa, semuanya teratur. Lain dengan Indonesia. Kalau kau mau ke sana, kusarankan jangan menyewa mobil dan mengendarainya sendiri. Kau akan shock dan mungkin stress. hahahaha... tapi di sana suasananya hangat dan kekeluargaan." Indira mulai bercerita. "AKu benar-benar ingin pulang. Akhirnya aku homesick juga setelah sekian lama."

Quote :

"Ng? Hanya Turki dan Lyon. AKu masih agak harus beradaptasi di sana."

Will tersenyum memaklumi. "Kau akan terbiasa." Ujarnya. Negara Asia dan nergara Eropa memang memiliki banyak perbedaan. Perbedaan Iklim khususnya.

Quote :

"Tapi, aku juga suka tinggal di Eropa, semuanya teratur. Lain dengan Indonesia. Kalau kau mau ke sana, kusarankan jangan menyewa mobil dan mengendarainya sendiri. Kau akan shock dan mungkin stress. hahahaha... tapi di sana suasananya hangat dan kekeluargaan... AKu benar-benar ingin pulang. Akhirnya aku homesick juga setelah sekian lama."

Will menepuk pelan kepala Indira. "Tampaknya menyenangkan. Aku akan senang jika bisa berkunjung..."

"Dan sesekali, mainlah ke Leicester. Kau akan suka dengan suasana Ranch keluarga kami." Will menawarkan.

"mungkin, lain kali..."indira tersenyum simpul.

"huum... Tidak terasa. Sekarang sudah hampir malam. Mau makan?" indira menawarkan.

Quote :

"mungkin, lain kali..."

"Sure, sure..." Sahut Will santai sambil sedikit merenggangkan tangannya.

Quote :

"huum... Tidak terasa. Sekarang sudah hampir malam. Mau makan?"

Will melirik ke arah jam tangannya. Benar, sekarang sudah saatnya makan malam.

"Hem... Oke." Will beranjak ke gantungan jaket. "Pakai jaketmu, Princess... Ada restoran yang bagus di dekat sini." Ujarnya.

Jujur saja, makanan di hotel itu kurang pas di lidahnya.

"Oh... kita pergi? Kukira akan memasak sendiri..." Indira kaget saat Will mengenakan jaketnya. "Kita makan apa sekarang?"

"Padahal memasak lebih efektif untuk waktu kita, masih banyak tarian yang harus dipelajari."

Quote :

"Oh... kita pergi? Kukira akan memasak sendiri... Kita makan apa sekarang?"

Will tersenyum, lalu Indira menyelanya sebelum ia sempat menjawab.

Quote :

"Padahal memasak lebih efektif untuk waktu kita, masih banyak tarian yang harus dipelajari."

Will terkekeh sekarang. "Nona manis, sepertinya ada yang luput dari pengamatanmu... Tapi mungkin sekarang kau lihat, di kamar hotel ini tidak tersedia dapur." Ujarnya tergelak.

"Kecuali kau ingin turun ke bawah dan meminta izin Chef hotel ini untuk meminjam dapurnya sebentar..."

Sepersekian detik, Will masih berusaha menahan tawanya.

"Sepertinya kau agak sedikit kebingungan tentang sedang dimana kita sekarang Princess..." Goda Will. "Apa keberadaanku disampingmu begitu memabukkan?" Tanyanya lembut, tanpa sengaja membuatnya terdengar seperti rayuan.

"Tentang makan apa nanti, biar kau yang menentukan setelah melihat menunya." Will tersenyum simpul sambil menepuk-nepuk pelan puncak kepala Indira.

"Oh... ya.. maaf, aku tidak memperhatikan dan tidak usah ke dapur hotel..." Indira tersenyum masam dan merasa malu. Inilah akibat dia kalau pikirannya tersita oleh hal yang sedang diminatinya, dansa.

Quote :

"Sepertinya kau agak sedikit kebingungan tentang sedang dimana kita sekarang Princess..." Goda Will. "Apa keberadaanku disampingmu begitu memabukkan?" Tanyanya lembut, tanpa sengaja membuatnya terdengar seperti rayuan.

Indira membalasnya dengan lemparan pelan jaketnya. Dia melakukannya dengan bercanda. "Kau yang mabuk, paman perayu!" Indira menjulurkan lidahnya lalu tertawa. "Aku terlalu fokus dengan dansa, jadi kurang perhatian."

Quote :

"Oh... ya.. maaf, aku tidak memperhatikan dan tidak usah ke dapur hotel..."

Will masih tergelak selama beberapa saat. "Ada-ada saja..." Decaknya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Quote :

"Kau yang mabuk, paman perayu! Aku terlalu fokus dengan dansa, jadi kurang perhatian."

Will sedikit mengerutkan dahi. 'Paman' ?

Ya ampun, dia kan tidak setua itu.

"Hei Nona Kecil, fokus itu perlu, tapi jangan sampai saking fokusnya kau melupakan keadaan sekitar.." Nasehat Will sambil nyengir jahil. "Dan jangan panggil aku paman, kita hanya beda 4 tahun!" Will pura-pura menegur.

"Tapi tetap lebih tua kan?" Indira tersenyum jahil pada Will.

"Jadi kita makan dimana, Will?" Indira memastikan mereka akan makan dimana. Dia tidak tahu Vienna sih... ini kali pertamanya datang ke kota ini.

"Dan... kita makan di restoran apa? Ku sarankan jangan restoran Perancis... aku sih lebih ingin ke restoran yang suasannya hangat dan agak ramai..." Ujar Indira.

Quote :

"Tapi tetap lebih tua kan?"

Will mengerang pelan. "Yah, terserah Princess saja~" Ia menagngkat bahu.

Quote :

"Jadi kita makan dimana, Will? Dan... kita makan di restoran apa? Ku sarankan jangan restoran Perancis... aku sih lebih ingin ke restoran yang suasannya hangat dan agak ramai..."

Will tertawa pelan. "untuk apa kita jauh-jauh pergi ke Vienna hanya untuk makan makanan Perancis?" Ia tersenyum.

"Kau akan lihat nanti." Ujar Will sambil membukakan pintu penumpang untuk Indira.

"Oke... baguslah... kuharap itu tampat yang benar-benar bagus." Indira duduk di kursi penumpang dan tidak lupa memasang sabuk pengaman.

"Aku merasa seperti ada di dalam mimpi kalau melihat Vienna. Rasanya di sini tua sekali. Khas eropa... sama seperti Ankara..." Indira memperhatikan jalan dan mengeluarkan ponselnya untuk memotret jalanan Vienna.

"Kau suka kota ini?" tanya Indira pada will sambil tersenyum.

Quote :

"Oke... baguslah... kuharap itu tampat yang benar-benar bagus."

"Masa aku akan membiarkanmu kecewa..." Will mencubit pelan hidung Indira sambil memundurkan mobilnya dari tempat parkir.

Quote :

"Aku merasa seperti ada di dalam mimpi kalau melihat Vienna. Rasanya di sini tua sekali. Khas eropa... sama seperti Ankara..."

"Vienna memang salah satu kota terindah di Dunia." Will menyetujui.

Quote :

"Kau suka kota ini?"

"Cukup." Sahut Will sambil tersenyum.

"Bagaimana denganmu, Princess?"

"Aku suka... sayangnya kita tidak akan lama di sini...." ujar Indira, "Tapi tak ada yang lebih nyaman selain rumah sendiri."

"Makanya, aku akan pulang ke Indonesia dalam waktu dekat." Indira terlhat sangat senang dengan hal ini.

Dan mereka sampai di restoran tersebut. Indira tidak bisa berkata apa-apa.

Quote :

"Aku suka... sayangnya kita tidak akan lama di sini.... Tapi tak ada yang lebih nyaman selain rumah sendiri."

Memang tidak ada tempat senyaman rumah... Pikir Will.

Oh well, meski disana kau harus berbagi tempat dengan ketiga saudaramu yang agak abnormal dan ayahmu yang sama sekali tidak seperti orang tua, tetapi akhirnya ketika terlepas dari semua keributan itu, ia merasa gamang.

Quote :

"Makanya, aku akan pulang ke Indonesia dalam waktu dekat."

"Hmm... Sepertinya menyenangkan." Renung Will. Ia memarkir mobilnya di depan sebuah restoran.

Hansy.

Sebuah restoran kecil dengan menu khas Vienna terbaik.

"Nah, kita sampai Princess!" Will mengumumkan. "Tidak ada masakan Perancis, sesuai perjanjian." Kekehnya.

"Terima kasih sudah mengajakku ke sini." Indira tersenyum manis. Sangat manis saking senangnya.

"Shall we in?" Indira memegang gagang pintu restoran dan siap masuk.

"Mungkin kita tanyakan saja menu terenak di sini... aku tidak hafal masakan vienna." Indira menyarankan pada Will.

Quote :

"Terima kasih sudah mengajakku ke sini."

"Any time." Will membalas senyum Indira.

Quote :

"Mungkin kita tanyakan saja menu terenak di sini... aku tidak hafal masakan vienna."

"Sebenarnya aku sudah tahu apa yang akan kupesan, tapi aku tidak tahu apa seleramu sama dengan seleraku, jadi silakan..." Will mengedikkan kepala sambil tersenyum.

"Euhm... asal terasa garam atau bumbunya, tidak masalah buatku, Aku besar di lingkungan dengan masakan berbumbu kuat dari kecil." Indira menyerahkan saja pada Will.

"Kau saja yang memilihnya." Ujar Indira.

Suasana di restoran itu membuat Indira nyaman dan melihat ke sekeliling restoran.


OOT: Time skip!