[Free RP] we in wonder-school-land

Yuto hanya menatap dan memperhatikan murid-muridnya tanpa berkomentar apa-apa. Ia benar-benar tak mengerti apa itu sadou--or whatever dan bagaimana bisa Kazuya, Himi dan Akira tampak begitu serius menjalaninya. Padahal menurutnya masih banyak kegiatan yang jauh lebih menarik daripada minum teh dengan penuh aturan begini.

"Oi kimitachi.. Nandayo kore? Ocha o nomu bakkari suru janainka? (hei kalian.. apa ini? Isn't it nothing to do but drink tea?)" serunya heran sambil menatap gelas-gelar teh dan murid-murid.

"Tsumaranasasugiru.." gumamnya pelan agar para muridnya tidak mendengar dan mengerti apa yang diucapkannya.

Himi sekana baru sadar bahwa sang guru ada di sini. Terlalu asyik dengan kegiatannya.

"Lho, sensei? Bukannya klub sadou tujuannya memang membuat teh?" tanyanya bingung.

"Terima kasih ." Ucap Akira setelah ia menaruh gelas tehnya. Akira minum teh sesuai dengan tata krma minum teh.

"Selamat siang Sensei. "Ucap Akira sambil memberi hormat.

Himi menoleh ke Akira.

"Akira-san, kalau Anda tidak keberatan, boleh saya mencicipi teh buatanmu?"

"Tentu saja Himi-san." Balas Akira sambil tersenyum.

Akira kemudian bangkit dan ke pojook ruangan untuk membuat teh. Ia berdiri dan duduk tanpa mengeluarkan suara sedikitpu. Akira membuat teh dengan mengunakan tekhnik Koicha. Supaya hasilnya tidak terlalu pahit.

"Silahkan." Ucap Akira sambil menyodorkan gelas teh.

Yuto menatap teh yang dibuat Akira dan Himi. Tentu saja sadou itu minum teh. Okay whatever, tampaknya hal itu tak mempengaruhi otaknya yang suram dipenuhi cairan kopi.

"Hei, daripada membuat teh, lebih asyik menyeduh kopi ya know?" ujarnya sambil mencium bubuk teh hijau yang ia oleskan di tangannya.

"Bau bubuk kopi memang lebih segar, as expected!" serunya sambil tersenyum sebelum kembali menatap murid-muridnya. "Tapi kalian jauh lebih segar (dipandang) jika memakai yukata dan hakama seperti itu." ucapnya sambil menyeringai.

Himi sama sekali tidak menangkap maksud Yuuto. Ia hanya menagguk.

"Oh begitu? Baguslah kalau begitu."

"Maaf , tapi saya kurang paham maksud anda."

"Silahkan diminum tehnya."

"Apakah Kazuya ingin minum teh?"

Himi memperhatikan Kazuya dan Akira dalam diam. Hubungan mereka kelihatan akrab sekali. Pasti ada sesuatu yang istimewa antara mereka berdua, pikirnya.

Yuto hanya menggeleng. "Ckckck beginilah kalau ngomong sama anak SMA, nggak akan nyambung." ucapnya sambil meminum teh yang disuguhkan oleh Akira, cowok polos yang ganteng.

"Arigatou." ucapnya setelah menyeruput teh tersebut. "Umee! (enak!)" responnya yang entah kenapa agak sedikit tidak konsisten dengan kata-katanya yang sebelumnya.

"Sudahlah lupakan saja apa yang pernah aku katakan!" perintahnya sambil menyeruput teh lagi.

Himi menanggguk. Perintah sensei aman bisa dibantah?

"Baiklah, sensei."

Yuto malah menyeringai, entah kenapa. Dengan tangannya yang besar dan kekar ia menepuk-nepuk kepala Himi sambil tersenyum manis. Untung saja walaupun Yuto asli Japanese, Yuto tidak memiliki mata yang sipit sehingga tidak seperti orang Jepang lainnya yang apabila tertawa langsung membentuk satu garis.

"Good girl! I know you are!" ucapnya dengan ramah. Guru ini memang memiliki perilaku yang baik terhadap semua wanita di dunia, dan agak sedikit baik terhadap lelaki di dunia. Namun lain halnya dengan kepribadian yang satunya lagi, yang sangat bengis.

"Saa~ ayo lanjutkan sadou-or whatever nya. Sementara kalian membuat teh aku akan mengambil beberapa foto kalian!" ucapnya sambil mengeluarkan hape dengan kamera 8px.

Himi terpana ketika Yuuto menepuk kepalanya. Ia jadi teringat almarhum kakeknya yang juga suka menepuk kepalanya.

Ketika Himi melihat HP Yuuto, terus terang dia kaget karena belum pernah melihat benda semacam itu. Maklum, di Tokyo dimensi lain yang dia tempati sebelumnya hujan asam telah menghancurkan semua peralatan elektronik.

"Sensei, benda apa yang itu yang Anda pegang?"

Setelah menekan tombol click untuk record, Yuto merekam wajah bingung Himi ketika gadis itu bertanya padanya mengenai benda apa yang ia pegang. Spontan Yuto menaikkan sebelah alisnya, ikut bingung juga dengan apa yang ditanyakan Himi.

"Hhah? Ini hape. Masa kau tak tahu?" tanyanya heran, masih sambil mengarahkan lensa kameranya pada wajah Himi. Waduh kalau Sheera melihat video yang ia rekam ini, bisa-bisa disangka selingkuh nih.

"Oh iya, panggil aku Yuto sensei, bukan Yuuto sensei!" perintahnya lagi. Yuto sesungguhnya sangat membenci nama Yuuto dari seluruh nama yang ada di dunia ini.

Quote :

"Hhah? Ini hape. Masa kau tak tahu?"

"Tidak. Tempat tinggal saya dulu tidak pernah ada HP." Himi mengatakan fakta.

Quote :

"Oh iya, panggil aku Yuto sensei, bukan Yuuto sensei!"

"Baiklah, sensei." Himi mengangguk, walaupun dia heran. Setahunya dia memanggil Yuto dengan "sensei" saja karena tidak tahu namanya.

"kau kelewat banyak bicara,dan hentikan hobimu yang tebar pesona...jijik,"hina kazuya tajam.

"ah akira,aku mau coba tehmu!"pinta kazuya

Yuto menatap Himi sejenak karena heran. Kedua mata cokelatnya memeriksa gadis itu dari atas ke bawah. "Menurutku kau terlihat cukup modern, untuk orang yang bahkan tak tahu apa itu handphone, ckckck." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya.

Kemudian Yuto menatap Kazuya sambil menyeringai. "Kenapa? Kau takut jatuh dalam pesonaku, Kazuya-kun?" godanya dengan seringai yang semakin melebar. Ia tak membocorkan rahasia Kazuya dengan berkata seperti ini: "Fortunately I'm not gay." iya kan?

Yuto kembali menempatkan pandangan matanya pada Himi, cukup tertarik dengan gadis itu. "Hei Himi-chan, memangnya duniamu yang kau katakan tadi itu seperti apa sih? Masa tak ada handphone?" tanyanya langsung pada pointnya.

Himi berpikir sejenak.

"Hmm... dunia yang kutinggal dulu itu bernama Tokyo. Puluhan tahun yang lalu di Tokyo terjadi bencana yang menghancurkan semua gedung dan peralatan elektronik yang menyisakan reruntuhan. Sejak saat itu terus turun hujan asam dan kami kesulitan mencari air dan makanan untuk hidup. Karena itu peralatan elektronik kami sangat terbatas."

Himi tidak perlu menceritakan bahwa mereka membunuh mutan untuk dimakan dagingnya dan ada perseteruan antar dua kelompok untuk memperebutkan air.

"Sebenarnya di Tokyo juga ada alat komunikasi yang bentuknya sperti HP ini, tapi tidak bisa digunakan untuk memotret atau lainnya."

Yuto mengerutkan kedua alisnya. Entah merasa heran, bingun atau kagum dengan penjelasan dari Himi tentang dunianya. Tentang Tokyo.

"Hei, bentar, aku juga kan tinggal di Tokyo!" serunya tiba-tiba penuh keheranan.

Namun Yuto masih pada keyakinannya bahwa kota Tokyo yang berada di ingatannya, kota Tokyo yang dinamakan Area 11, yang penuh dengan penjajahan dan pertarungan antar Knightmare Frame pilot, adalah hanya mimpi belaka. Bahkan Kuro no Kishidan, kelompok pemberontak dimana menurut ingatannya, ia adalah seorang leader--walaupun lebih tepatnya adalah kepribadian lainnya yang menjadi leader--dan kedua kepribadian itu jatuh cinta pada sang new govenor of Britania.

Semua hanya mimpi belaka, karena pada kenyataannya ia hanyalah seorang warga biasa yang bekerja sambilan sebagai guru matematika di Arisu Academy.

"Hhh.. What a weird dream we had.." gumamnya pelan, setengah mengeluh. "Tokyo yang kau ceritakan itu hanyalah mimpi, ya know? Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa hal itu terasa nyata."

Kazuya hanya diam mendengarkan omongan Yuto
'ne...' batinnya kesal

ia mendengar tentang cerita milik Himi,dan Juga yuto,tentang mimpi mereka yang terasa begitu nyata. Ia sedikit pucat setelah mendengar itu

'mimpi..?benarkah mimpi..?ataukah....dunia ini adalah mimpi..dan yang kami impikan adalah nyata?!'batinnya Tak mengerti.

"hei..benarkah..itu semua adalah mimpi....?ataukah..dunia kita yang sekarang...yang ternyata mimpi?"tanya Kazuya pelan. ia terdiam, lalu tersenyum sedikit sedih.

"tak usah pikirkan kata-kataku..anggap saja itu perkataan seorang pemabuk.."

Himi mendengarkan perkataan Yuto dan Kazuya. Tampaknya mereka semua tinggal di dunia atau dimensi yang berbeda dengannya. Sungguh unik melihat bagaimana orang dari dimensi lain berinteraksi seperti ini.

"Ya, sayapun merasa ini bagaikan mimpi karena bisa berada di sini dan sekolah layaknya gadis normal lainnya karena mengejar seekor kelinci putih."

Untuk pertama kalinya,ia tersenyum lembut di depan Himi.

"yah....mimpi..."

Himi trepana juga melihat senyum Kazuya untuk yang pertama kalinya.

"Ya, bagaikan mimpi," katanya sambil ikut tersenyum simpul.

Kazuya masih tersenyum menatap himi,

"apa tak ada makanan kecil?"tanya Kazuya

"Mungkin kalian benar."

"Ini seperti mimpi. Sekolah di tempat biasa. Tanpa takut kehilangan sesuatu. "Ucap Akira sambil mengingat ketika ia berada di Alice Academy.

"Sepertinya ada. Munkin daifuku atau manju. kau ingin yang mana?