[Pre-Event] Vienna = Party ? ? ?

"Baiklah kalau begitu aku tunggu kau di ruang makan. "Ucap Ryu sambil berjalan kearah pintu, ia kemudian keluar dan menuju ke ruang makan yang terletak di lantai 1.

Ruang makan di villa ini berukuran 8x15 meter dengan meja panjang yang ditutupi oleh taplak berwarna putih , serta ada bunga dan lilin dan di langit-langit terpasang lampu hias.

Ryu duduk disalah satu sisi yang paling ujung. Ia baru teringat bahwa untuk makan malam perempuan harus mengenakan gaun hitam , semoga saja Scarlett mengingatnya. Pelayan sudah siap diujung , tinggal menunggu aba-aba dari Ryu maka makanan akan segera dihidangkan.

Scarlett pun akhirnya mengganti gaun tidur sexy-nya dengan gaun malam yang juga tak sengaja ia temukan di lemari yang sama. Gaun itu berwarna putih susu. Entah kenapa Scarlett memiliki perasaan tidak enak dengan gaun tersebut. Namun hal itu tak terlalu dipikirkannya dan segera saja ia berganti baju dengan gaun yang ia temukan itu.

"You don't need to be sad, Scarlett! Just do your best for Ryu-kun's sake!"

Setelah merapikan dandanannya, Scarlett turun ke bawah untuk mencapai ruang makan. Dengan panduan salah seorang pelayan ia turun menuju lantai pertama dari villa itu. Ketika akhirnya ia sampai di ruang makan, ia agak kaget juga dengan keadaan ruang makan yang seperti restoran mewah ini.

"I'm here, Ryu-kun!" serunya ketika akhirnya ia dan Ryu saling bertemu pandang.

Ternyata Scarlett lupa akan peraturan tersebut atau ia memang tidak tahu.

"Tuan muda..." Ucap kepala pelayannya meminta pendapat dari Ryu tenta Scarlett yang salah mengenakan gaun.

"Sudah biarkan saja."

"Tapi , tuan muda."

"Malam ini tidak ada orang lain, jadi masalah tidak akan terlalu besar." Jelas Ryu. Mengenakan gaun hitam adalah tata krama yang harus dipatuhi, di Inggris jika peraturan tersebut dilanggar maka yang melanggar sedang menantang keluarga yang menjamu.

"Silahkan duduk nona Scarlett." Ucap Salah seorang pelayan sambil menarik kursi yang berada diujung satunya.

"Keluarkan hidangannya sekarang." Ucap Ryu sambil mengenakan serbet. Hidangan pertama merupakan sup kental dan roti serta dengan butter yang bisa dipilih jenisnya.

"Silahkan makan Scarlett." Ucap Ryu. Ia kemudian mengambil sendok berukuran sedang dari sebelah kanan. Total sendok, pisau dan garpu yang ada 21.

Scarlett agak bingung dengan apa yang dikatakan oleh Ryu dan kepala pelayan tersebut. Namun ia tak ambil pusing. Sejujurnya ia sama sekali tak tahu mengenai aturan mengenakan gaun hitam itu, karena walaupun Scarlett ada keturunan Inggris, seumur hidupnya ia selalu tinggal di Jepang dan hanya pernah mengunjungi Inggris dua kali saja.

Atau mungkin dia lupa?

Scarlett segera duduk di kursi yang telah disediakan oleh kepala pelayannya. Saat Ryu memberi aba-aba, keluar hidangan yang disediakan oleh para pelayannya. Scarlett agak kaget, makan malam di Jepang sama sekali berbeda dengan ini.

"Itadakimasu!" ucapnya sambil menepukkan kedua tangannya setelah ia mengambil sup kental dan beberapa roti. Sebenarnya ia menginginkan nasi, karena ia takkan kenyang jika hanya makan sup dan roti. Lagipula orang Jepang juga makan nasi. Ia berharap hidangan berikutnya ada nasinya.

Semua pelayan hanya mengernyitkan kening melihat tingkah laku Scarlett. Ryu sendiri hanya diam dan menikmati makan, ia masih memikirkan bagaimana keadaan Envy . Ryu kemudian memanggil Rôtisseur dan Grillardin cheff yang bertugas dibagian pemanggangan.

"Tolong hidangkan L'école." Perintah Ryu kepada mereka. L'école merupakan daging sapi muda yang dipanggang dengan bumbu tradisional Inggris dan dipadukan denfan salmon.

"Baiklah tuan muda."

Ryu kemudian menaruh sendok dan ia kemudian meminum wine merah yang dihidangkan. Mungkin sedikit alkohol bisa membantunya melupakan bebanya untuk sementara.

Setelah selesai dengan supnya, kemudian datang lagi hidangan berikutnya, yaitu semacam daging sapi. Scarlett sama sekali tak tahu makanan apa yang dihidangkan di depannya ini dan ia agak kecewa karena bukan nasi yang keluar. Namun apa boleh buat ia tetap saja memakannya.

Satu lagi, sebenarnya Scarlett agak canggung apabila makan hanya dengan garpu dan pisau saja. Ia agak kesulitan ketika memotong daging tersebut. Ia lebih terbiasa makan dengan sumpit. Ketika di Azure pun ia tetap makan dengan sumpit. Namun ia tetap berusaha agar tidak terlihat memalukan di mata Ryu dan para pelayannya.

Tak sengaja ia melihat Ryu yang meminum segelas wine. Ia agak heran dan hampir saja mencegahnya untuk meminum wine jika ia tak menyadari bahwa kini ia sedang berada di villa Ryu. "Ryu-kun, bukankah kau belum cukup umur untuk meminum alkohol? Kau masih berumur 16 tahun kan?"

Setahunya orang baru boleh minum wine dan merokok ketika ia sudah berumur dewasa, yaitu 20 tahun.

"Budaya Asia dan Eropa berbeda. Kami disini sudah boleh meminum alkohol ketika sudah berada di usia sekitar 14 -15 tahun."

"Lagipula kadar alkohol dalam wine tidak seberat dalam brandy maupun whiski. Jadi kau tenang saja."

Scarlett hanya mengangguk saja mendengar jawaban Ryu. Ia kembali dalam kesibukannya memotong daging yang agak sulit karena tidak terbiasa. Padahal sebenarnya ia agak kurang setuju dengan Ryu yang meminum wine. Namun sekali lagi, budaya Ryu yang kebaratan dan Scarlett yang ketimuran adalah dua hal yang berbeda.

Tiba-tiba saja ia terpikirkan akan sesuatu, yang sebenarnya Scarlett agak ragu untuk menanyakannya atau tidak. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk bertanya. "Ryu-kun, aku tahu tak sopan jika berbicara selagi makan tapi aku hanya ingin bertanya...ano, apakah Ryu-kun masih memikirkan tentang Envy?" tanyanya pelan.

Mendengar ucapan Scarlett kontan Ryu langsung menaruh gelas winenya di meja. Ryu sedikit bingung untuk memberikan jawaban apa.

"Tidak apa."

"Sejujurnya aku masih memikirkan tentang dia, Envy pasti sangat terpukul dengan apa yang terjadi padanya."

Scarlett mengernyitkan kedua alisnya, tampak ada rasa cemburu yang tampak di wajahnya. Jawaban Ryu tampak sederhana namun cukup untuk meyakinkan Scarlett bahwa Ryu sepertinya menaruh perhatian lebih pada Envy.

"Begitukah? Tapi kumohon jawab dengan jujur Ryu-kun, sebenarnya seperti apa sosok Envy di hatimu? Apakah milik Envy yang tak kupunya sehingga kau membuat ekspresi bahagiamu itu, Ryu-kun? Ekspresi yang tak pernah sekalipun kauperlihatkan padaku!" tanyanya bergetar, hampir menangis.

"Envy dia memiliki sesuatu yang mirip dengan Mary. Mereka berdua sangat keras kepala dan gigih untuk memndapatkan yang mereka inginkan."

"Namun di satu sisi mereka juga sangat rapuh sehingga membutuhkan perhatian yang lebih." Ucap Ryu dengan jujur sambil menatapa ke arah luar . Ya, baginya Envy sangat mirip dengan Mary, mereka berdua memiliki kemiripan yang membuat Ryu tidak bisa menolehkan wajahnya dari Envy.

Kini Scarlett sudah tak mampu lagi membendung air matanya. Tiba-tiba saja air matanya jatuh menetes membasahi pipinya. Menyadari hal itu, Scarlett segera menepis air matanya.

"Ma-Maaf... Maaf Ryu-kun, aku tak bermaksud..." Namun sayang, air mata Scarlett tak bisa berhenti untuk jatuh. Dan semakin ia berusaha untuk menepisnya, semakin deras air matanya terjatuh.

Ryu bangkit dari kursinya , ia melepaskan serbet yang ia kenakan dan menaruhnya diatas meja. Ryu berjalan mendekat ke arah Scarlett, ia mengambil saputangan dari kantung jasnya. ia memberikan isyarat agar semua pelayan keluar dan mereka mematuhinya.

Setelah berada tepat di samping kanan Scarlett , Ryu berlutut dengan satu kaki dan ia kemudian menghapus airmata Scarlett.

"Maafkan aku, aku membuatmu menangis lagi." Ucap Ryu sambil emnghapus airmata Scarlett. Namun tiba-tiba ia merasakan sakit yang luarbiasa pada bahu kanannya kontan ia langsung menurunkan tangan kanannya. Ryu berusaha untuk menahan sakitnya agar Scarlett tidak menangis atau mengkhawatirkannya lagi.

Wajah Scarlett memerah ketika melihat Ryu yang rela menghapus air mata miliknya. Ia tersenyum, mungkin saja ia juga memiliki suatu tempat yang khusus di hati Ryu, yang jauh berbeda dari Envy maupun Mary.

"Arigatou ne, Ryu-kun!" ucapnya dengan senyuman terbaiknya hingga mampu menghentikan tang.isnya.

Namun Scarlett melihat ada sesuatu yang aneh pada tingkah Ryu. Jangan-jangan ada yang salah pada cowok itu, "Ryu-kun, kau tak apa-apa kan? Aku tahu ada yang tak beres denganmu! Pasti gara-gara insiden berkuda tadi, ya kan? Kumohon Ryu-kun, beri tahu aku!" ujarnya cemas.

"..."

"Tenang saja aku tidak apa-apa. Lagipula aku juga hanya mengalami luka kepala saja kok." Ucap Ryu sambil memperlihatkan perban di kepalanya. Ryu masih belum sanggup mengatakan bahwa bahunya juga terluka dan tidak mungkin bisa 100% sembuh. Dan itu mungkin akan mempengaruhi karir musiknya.

Scarlett terdiam sejenak. Menatap wajah Ryu dengan dalam. "Maaf, Ryu-kun, tapi entah kenapa kali ini aku tak bisa percaya padamu.."

Scarlett lalu menarik nafasnya dalam, sebelum ia melanjutkan kata-katanya. "I'm begging you! Please beri tahu aku yang sebenarnya! Aku akan semakin sedih jika kau lebih memilih untuk menyembunyikannya, Ryu-kun!" pintanya sambil menggenggam kedua tangan Ryu.

"Sometimes it's better that you don't know the Truth. "

"But one think I could said , that I'll be okay ." ucap Ryu. Ia tidak ingin membohongi Scarlett namun ia juga tidak tega untuk memberitahu kenyataannya.

Lagi-lagi Scarlett menjatuhkan air matanya tanpa sepengetahuannya. Ketika menyadari itu, semuanya sudah terlambat. Ia menangis begitu deras, tak dapat terbendung lagi. Ia lalu memeluk Ryu dengan erat.

"But, I want the truth to be revealed. Just let me know. Let me feel your pain, your sadness, or everything. I think I'm failed to be your girl if I don't know everything about you. I'm failed, if I can't make you happy! Please let me know.." pintanya agak sedikit memaksa.

Tanpa sadar, Scarlett lalu mencium bibir Ryu.

"Jika kau tahu maka kau akan memohon , andai aku tidak pernah tahu. karena itulah yang terjadi dengan diriku"

"Dan yang paling penting kau pasti akan menyalah kan Evny atas apa yang terjadi." Ujar Ryu setelah Scarlett mengecup bibirnya. Ia kemudian memeluk Scarlett dengan tangan kirinya, karena rasa sakit di tangan kanannya sudah semakin parah.

Scarlett sama sekali tak mengerti dengan apa yang dikatakan Ryu. Ketika Ryu memeluknya dengan tangan kirinya, Scarlett kembali menangis.

"Kenapa.. Kenapa kau selalu memikirkan Envy di saat seperti ini, Ryu-kun? Bukankah wajar saja jika aku menyalahkan Envy atas kejadian ini? Pada awalnya, dia yang bersalah karena memacu kuda abu-abu itu dengan kencang!!" serunya dalam pelukan Ryu.

"Karena dia adalah bagian lain dari dirimu."

"Dan itu tentu saja menjadi alasan untuk aku tidak menyalahkannya. Lagipula dia pasti sudah menyalahkan dirinya sendiri. Aku tidak ingin lagi menambah bebannya"

Scarlett melanjutkan tangisannya dalam pelukan Ryu. Ia menangis sejadi-jadinya, entah karena saking sedihnya, saking senangnya, saking terharunya, or whatever. Wajahnya memerah karena sedari tadi ia terus saja menangis.

Setelah lumayan mereda, Scarlett melepaskan pelukannya dari Ryu. Ia lalu tersenyum pada cowok itu. "Tidak apa-apa, Envy itu gadis yang kuat! Aku tahu itu... Karena selama ini Envy-lah yang menanggung semua beban dan sakit hatiku..." sahutnya sambil terisak.

"Kau benar-benar tak apa, Ryu-kun? Walaupun setengah hati, aku berusaha untuk memercayaimu.." lanjutnya, sebenarnya masih sangat, sangat, dan sangat khawatir akan kondisi Ryu. Setengah bagian dirinya masih merasa bahwa Ryu menyembunyikan kebenaran darinya.

Ia lalu kembali tersenyum, "Oh iya, Ryu-kun! Tadi siang kita sudah berjanji untuk berlatih berdansa, bukan? Ayo kita mulai saja sehabis dinner ini! Mungkin Anna-san sudah bosan menunggu kita siap dari tadi!"

"Dia itu rapuh. Envy hanya bersikap tegar dan tidak ingin kelihatan lemah."

"Dan aku yakin ia pasti sangat terpukul sekatang."

"Terima kasih. Ayo, tadi Anna sudah pulang , ia sedang mempersiapkan pertunjukan tarinya. Jadi aku saja yang menemanimu menari."

Scarlett terdiam mendengar jawaban Ryu seraya menggigit bibir bawahnya. Ia sudah terlalu lelah untuk menangis, walaupun tangisan ini adalah tangisan pertamanya setelah ia jadian dengan Ryu.

"Kenapa? Kenapa Ryu-kun selalu berkata seolah-olah kau mengenal Envy lebih dalam daripada aku?" tanyanya ragu dan cemas.

Setelah itu Scarlett menggelengkan kepalanya. "Ah, sudahlah! Lupakan pertanyaan tadi! Sekarang ayo kita berlatih dansa! Yoroshikuonegaishimasu, Ryu-kun!" serunya sambil berusaha untuk tersenyum.

"Ayo."

"Kita berlatih di ruang teater saja ya. "Ucap Ryu. Ruang teater yang Ryu maksud adalah sebuah panggung dengan piano di pojokannya serta kursi - kursi berwarna merah yang ada didepan panggung. Ruang itu khusus didesain sebagai tempat latihan jika sudah menjelang konser.

Lokasi : Ruang teater
==================

"Kau belum pernah belajar dansa sama sekali?"